Selasa, 15 September 2009

Membudidayakan Walet di dalam Gedung Baru

Untuk membudidayakan walet di dalam gedung baru, ada tiga hal yang harus kita persiapkan, yaitu menyiapkan tempat, menyiapkan induk dan telur, dan cara penetasan telur.

a. Penyiapan rumah walet
1). Pemilihan lokasi

Pemilihan lokasi bangunan rumah walet sangat mendukung keberhasilan pengoperasian gedung walet. Dalam pemilihan lokasi ini, harus diperhatikan faktor-faktor lingkungan yang cocok untuk kehidupan burung walet. Faktor lingkungan tersebut sebaiknya berdasarkan sifat dan faktor-faktor yang secara alami disukai oleh burung walet atau burung sriti, seperti berikut ini :

  • Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1.000 m di atas permukaan laut. Pada umumnya, burung walet tidak mau menempati rumah atau gedung ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut.
  • Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat. Dengan kata lain daerah yang relatif murni dan alami paling tepat sebagai tempat tinggal burung walet.
  • Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai, rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat untuk berburu makanan bagi burung walet.
  • Daerah yang cukup aman bagi kehidupan burung walet dan sriti, yaitu daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging. Jenis burung buas ini antara lain burung elang, burung alap-alap, burung rajawali.
  • Suatu lokasi yang sekitarnya banyak terdapat burung sriti. Hal ini menandakan bahwa daerah tersebut cocok dipakai untuk mengembangkan walet penghasil sarang burung yang bermanfaat.
2). Gedung walet

Dalam merencanakan pembuatan gedung atau rumah walet, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

  • Bentuk dan konstruksi rumah

Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar yang luasnya bervariasi dari 10 x 15 m2 - 10 x 20 m2. Ketinggian tembok rumah walet praktis sama dengan rumah sriti, yaitu sekitar 5–6 m. Tinggi tembok tersebut belum termasuk wuwungan. Tinggi rendahnya wuwungan sangat mempengaruhi kondisi suhu dan kelembaban gedung walet. Makin tinggi wuwungannya, makin baik bagi rumah walet dan lebih disukai oleh burung walet. Semakin besar jarak antara bubungan dengan plafon berarti rongga antara bubungan dengan plafon bertambah besar. Dengan adanya jarak yang besar, maka volume udara dalam ruangan tersebut juga semakin besar sehingga panas udara tidak sepenuhnya menyinggung plafon.

Rumah setinggi itu tidak boleh tertutup oleh pepohonan tinggi disekitarnya karena burung walet hanya mau memasuki rumah yang lubang masuknya bebas dari pepohonan. Apabila rumah tersebut tertutup oleh pepohonan di sekitarnya perlu dibangun rumah yang lebih tinggi lagi.

Tembok dibuat dari plester, sedangkan bagian luarnya dari campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran pasir, kapur, dan semen dengan perbandingan 3:2:1. Komposisi tersebut mirip komposisi gua-gua walet alam dan sangat baik untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara dalam ruangan gedung walet. Untuk mengurangi bau semen dapat disiram dengan air setiap hari. Makin sering tembok tersebut disiram dengan air, makin cepat hilang bau semennya. Kerangka atap dan sekat-sekat untuk melekatnya sarang burung walet sebaiknya dibuat dari kayu yang kuat dan cukup tua agar dapat bertahan dalam jangka panjang, tidak mudah dimakan rengat dan tidak perlu cepat diganti. Penggantian yang terlalu sering bisa megganggu ketenangan burung walet.

  • Bentuk ruangan dan jalan masuk burung walet

Ruangan dapat dibuat bertingkat berdasarkan ketinggiannya, minimal 2 m. Setiap tingkat dipetak-petak lagi menjadi beberapa ruangan sehingga akan menciptakan suasana seperti dalam gua-gua batu karang alami.

Seringkali burung walet terbang berputar-putar di depan gua, sebelum masuk ke dalam sarangnya. Oleh karena itu, gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat untuk berputar-putar dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang. Untuk mencegah masuknya cahaya yang terlalu banyak, resting room dibuat berpetak-petak. Antara petak yang satu dengan petak yang lainnya saling berhubungan.

Lubang untuk keluar masuk burung dibuat di bagian atas, diperhitungkan agar burung-burung dapat bebas keluar masuk tanpa terganggu pepohonan di sekitar bangunan gedung. Ukuran dan bentuk lubang dapat bervariasi. Bila berbentuk bujur sangkar, idealnya berukuran 20 x 20 cm2, bila mamanjang dengan ukuran 20 x 35 cm2, dan bila berbentuk lingkaran garis tengahnya 20 cm.

Lubang keluar masuk burung jumlahnya tergantung pada kebutuhan dan kondisi gedung. Yang jelas, semakin sedikit jumlah lubang tersebut semakin baik. Untuk satu ruangan cukup satu lubang saja. Lubang yang terlalu banyak dapat mempengaruhi suhu, kelembaban, dan cahaya dalam gedung yang akan mengakibatkan tidak krasannya walet tinggal dalam gedung tersebut.

Letak lubang sebaiknya tidak menghadap ke timur, karena pada pagi hari saat burung walet akan keluar, matanya silau terkena cahaya matahari pagi. Dinding lubang sebaiknya dicat hitam agar mudah dilihat oleh burung dari jarak jauh dan akan membantu burung walet cepat mengenal rumahnya. Di samping itu, pengecatan dengan warna hitam dapat pula meredam sinar yang masuk dari luar gedung sehingga ruangan menjadi lebih gelap.

  • Cat rumah dan pencahayaan

Cat yang dipakai untuk rumah walet sebaiknya dari kapur yang cukup halus dan rata agar tidak mudah rusak. Lapisan tembok bagian dalam tidak perlu dicat agar sesuai dengan kondisi gua alam dan dapat mengurangi sinar.

Untuk mengurangi pembiasan sinar dari luar gedung, pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong dari kain berwarna hitam. Dengan cara seperti ini, sinar yang masuk dapat terfokus pada satu arah sehingga keadaan dalam gedung akan lebih gelap.

  • Tembok keliling gedung sebagai pengaman dari gangguan

Untuk menjaga keamanan burung walet dan produksinya dari hama pengganggu dan pencurian, maka disekitar gedung walet perlu dipagar tembok. Akan lebih sempurna lagi, bila di luar tembok tersebut dibuat parit yang selalu terisi air yang mengalir.


b.Penyiapan induk dan telur
1). Penyiapan induk

Untuk membudidayakan walet gedongan, sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang di dalam gedung baru. Gedung baru akan berfungsi sebagai gedung walet bila sudah mulai ditempati burung sriti. Karena burung sriti mau menempati gedung baru, sedangkan burung walet biasanya mau menempati gedung yang sudah banyak kotoran burung sriti. Hal ini disebabkan gedung yang masih baru masih ada bau semen. Untuk mempercepat proses masuknya walet, biasanya gedung yang masih baru dindingnya sering dilumuri kotoran burung sriti dan kayu-kayunya dilumuri air cucian sarang burung.

2). Penyiapan telur

Di dalam usaha budidaya burung walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan pada sarang burung sriti. Telur tersebut dapat diperoleh dari pemilik gedung walet yang sedang melakukan “panen cara buang telur Dalam penyiapan telur ini, perlu diketahui ciri-ciri telur walet agar tidak terjadi kekeliruan dengan telur burung sriti karena keduanya hampir sama. Umumnya, telur burung walet berwarna putih kebiruan, sedangkan telur burung sriti putih berbintik-bintik cokelat hitam. Dalam hal ini, perlu dipilih telur yang berukuran normal, tidak terlalu besar atau kecil dari ukuran rata-rata telur walet. Di samping itu, pilih telur yang baik, tidak retak, kasar, tidak tercemar kotoran, air, atau minyak. Umumnya, telur yang tercemar kotoran tidak akan menetas. Oleh karena itu, pengambilan dari sarangnya perlu dilakukan dengan hati-hati.

Untuk mengetahui kualitas bagian dalam telur, dapat dilakukan dengan cara peneropongan. Teropong dibuat dari karton kemudian telur diarahkan ke sinar, maka akan terlihat bagian dalam telur. Dalam peneropongan ini, yang perlu diperhatikan adalah keadaan dan letak kantung udara, keadaan dan letak kuning telur, serta ada tidaknya bintik darah. Telur tetas yang baik mempunyai kantung udara yang relatif kecil, stabil, dan tidak bergeser dari tempatnya. Letak kuning telur harus ada di tengah dan tidak bergerak-gerak, tidak ditemukan bintik darah. Telur yang mempunyai bintik darah, daya tetasnya hanya 56,3 %. Setelah dilakukan seleksi dan diperoleh telur tetas yang baik, langkah selanjutnya adalah menetaskan telur-telur tesebut pada sarang sriti.

c. Cara penetasan telur

Antara burung walet dan sriti banyak mempunyai kesamaan, baik mengenai makanan, ekosistim, perkembangan biologis maupun habitatnya. Dengan adanya persamaan tersebut, sangat dimungkinkan bila telur walet ditetaskan dalam sarang sriti, kemudian diasuh dan dibesarkan oleh burung sriti sampai saatnya anak walet dapat mencari makan sendiri dan tumbuh menjadi walet dewasa.

Untuk menetaskan telur walet pada sarang sriti hal yang pertama dilakukan adalah mengganti telur sriti dengan telur walet. Hal ini dapat dilakukan bila musim bertelur burung sriti tiba. Pengambilan telur harus dilakukan dengan hati-hati, tidak memakai tangan secara langsung, tetapi dengan sendok plastik atau kertas tissue. Hal ini untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Diusahakan agar cara pengangkutan pun tidak banyak goncangan dan benturan. Penggantian telur dilakukan pada siang hari, saat burung sriti keluar gedung untuk mencari makan. Selanjutnya, telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan setelah menetas akan diasuhnya sampai burung walet dapat terbang dan mencari makan sendiri.


Selanjutnya di ternakburungwalet.blogspot.com
Mengubah gedung sriti menjadi gedung walet berdasarkan kondisi alam yang disukai oleh burung walet. Lubang-lubang yang tidak diperlukan ditutup agar ruangan menjadi lebih gelap. Dengan demikian, anak burung walet yang sudah dapat terbang tersebut betah tinggal di dalam gedung. Penutupan lubang dapat dilakukan setelah anak burung walet berumur 30-40 hari. Apabila penutupan lubang dilakukan lebih awal dapat mengganggu burung sriti yang menyukai tempat terang. Sebaliknya, bila ditutup setelah anak walet terbang meninggalkan sarang, usaha kita akan sia-sia.

Mengenal Walet

Sebelum saya menjelaskan bagaimana cara beternak burung walet, alangkah baiknya kita mengenal dulu ciri-ciri, jenis-jenis, dan sifat-sifat yang dimiliki burung walet.

Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur. Burung ini berwarna gelap. Terbangnya cepat dengan ukuran tubuh sedang. Sayapnya berbentuk sabit yang sempit dan runcing. Sayap walet sangat kuat. Kakinya sangat kecil sehingga burung jenis ini tidak pernah hinggap di pohon. Paruhnya sangat kecil. Walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap. Walet menggunakan langit-langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berkembang biak.

JENIS - JENIS WALET

Ada beberapa jenis walet yang dikenal di Indonesia yang dapat menghasilkan sarang. Namun, tidak semua sarang yang dihasilkan bisa dikonsumsi dan memiliki khasiat. Karena kondisi lingkungan yang cocok, Indonesia memiliki enam jenis walet. Beberapa jenis tersebut dapat dibedakan berdasarkan ukuran tubuh, suara, warna bulu, tingkah laku dalam membuat sarang, dan bahan yang digunakan dalam membuat sarang. Karena burung walet gemar terbang melayang di udara, burung walet sering disebut burung layang-layang.

Banyak orang berpendapat, bahwa burung sriti adalah burung layang-layang. Burung sriti yang bersarang di rumah dan sarangnya dapat dimanfaatkan untuk menetaskan telur walet. Semula, burung ini dianggap anak jenis dari walet sapi karena sepintas hampir sama. Bulu badan bagian atas sriti berwarna hitam kehijauan mengkilat dan tidak memiliki bulu kecil di atas ibu jari kakinya. Sedangkan walet sapi, bulu penutup tubuhnya berwarna hitam kebiruan mengkilat dan di atas jari kakinya terdapat bulu kecil.

Semua jenis walet memiliki bentuk tubuh yang hampir sama. Burung walet lebih suka menggantung pada batu-batu karang dengan menggunakan cakarnya yang tajam dan bersarang di gua-gua atau langit-langit rumah. Oleh karena kebiasaannya hinggap di langit-langit rumah, orang “menjaringnya” agar burung ini mau bersarang di rumah yang didirikan.

Berikut ini adalah jenis-jenis walet yang ada di Indonesia :
a. Walet putih

Walet putih, disebut demikian karena menghasilkan sarang berwarna putih. Bulu walet ini berwarna cokelat kehitam-hitaman dengan bulu bagian bawah keabu-abuan atau cokelat. Bulu ekor sedikit bercelah. Suaranya melengking tinggi. Termasuk walet berukuran sedang dengan panjang tubuh sekitar 12 cm. Mata berwarna cokelat gelap, paruh hitam, dan kaki hitam.

Sayap walet ini lebih kaku dan terbangnya juga lebih kuat. Bila ia mencari makan jarang berputar-putar di tempat yang rendah. Walet putih lebih suka mencari makan dekat pohon-pohon tinggi yang banyak terdapat serangga kecil. Juga sering terlihat meluncur ke dalam air untuk mandi dan minum, lantas terbang lagi.di alam, sarangnya terletak di celah-celah batu karang, atau gua kapur yang sulit dicapai. Sarang tersebut seluruhnya terbuat dari air liur sehingga harganya mahal dan sering dicari pemetik sarang burung. Telur berwarna putih, berbentuk memanjang. Biasanya hanya bertelur dua butir. Walet putih bersarang secara musiman, tergantung pada tempat bersarang yang dipilihnya.

b. Walet besar

Jenis walet ini berwarna hitam dengan bulu bagian bawah cokelat gelap. Bulu ekor agak bercelah. Suaranya keras dan berderik. Merupakan jenis walet yang berukuran paling besar dibandingkan dengan jenis walet lainnya. Panjang tubuhnya sekitar 16 cm.

Karena sayap dan badannya lebih besar, walet ini dapat terbang lebih tinggi dan lebih cepat. Ketika terbang, ia memangsa serangga-serangga kecil yang menjadi makanannya. Walet besar lebih suka bersarang pada lubang-lubang batu (gua kecil), atau pada celah-celah batu dekat air terjun. Sarangnya tidak dapat dimakan. Sarang ini berbentuk mangkok, terbuat dari campuran akar-akaran, lumut, dan serat-serat. Dibandingkan dengan walet jenis lain, sarang walet besar termasuk kotor dan semrawut. Jika bertelur biasanya hanya sebutir. Warna telur putih, bentuknya agak lonjong. Pada bulan November dan Desember walet besar biasanya memasuki musim bersarang.

c. Walet sarang hitam

Warna bulu walet ini cokelat kehitam-hitaman dengan bulu ekor cokelat kelabu. Bulu ekor bercelah sedikit. Walet ini kakinya berbulu merata. Dalam hal ukuran tubuh, ia termasuk berukuran sedang. Panjang tubuhnya sekitar 12 cm. Jika dilihat sepintas, penampilannya sangat mirip walet putih. Mata berwarna cokelat tua, paruh hitam, dan kaki hitam. Tidak seperti walet lain, jenis ini suaranya terdengar mencicit. Walet ini juga memakan serangga-serangga kecil yang disambarnya ketika terbang. Untuk lokasi sarang, lebih meyukai pada gua-gua kapur. Sarangnya disebut sarang hitam karena air liur untuk membuat sarang bercampur dengan bulu-bulu tubuhnya yang berwarna hitam. Bila bertelur hanya sebuah. Warna telurnya putih, berbentuk memanjang. Musim kawinnya sama dengan walet putih. Seperti halnya walet putih, walet sarang hitam juga lebih mudah untuk dibudidayakan dibandingkan dengan jenis walet lainnya.

d. Walet gunung

Warna burung ini hitam, tetapi warna ekornya abu-abu kehitaman. Bulu ekor bercelah dalam. Kakinya sedikit berbulu atau tidak berbulu sama sekali. Suaranya khas suara burung walet yang berderik. Ukuran tubuhnya tergolong besar. Panjang tubuhnya sekitar 14 cm. burung ini terbang berkelompok dengan cepat di dekat tebing atau puncak gunung. Serangga-serangga kecil makanannya disantap ketika terbang. Sarang dibuat di celah-celah batu. Biasanya sarang dibangun pada bekas kawah pegunungan. Karena terbuat dari rumput-rumputan dan hanya sedikit atau tidak ada air liur pada bahan sarangnya, maka sarang walet gunung tidak dapat dimakan. Pada musim kawin, biasanya bertelur dua butir.

e. Walet sarang lumut

Bulu burung ini berwarna cokelat kehitam-hitaman, tetapi warna ekor lebih gelap. Ekornya hanya sedikit bercelah. Dilihat dari jauh, penampilannya mirip dengan walet putih. Suara melengking tinggi. Tubuhnya berukuran sedang. Panjang tubuhnya sekitar 12 cm.

Jenis walet ini jarang dikenal orang karena sulit ditemui. Sarangnya dibangun pada bagian-bagian gua yang lebih dalam dan sangat sukar untuk dicapai. Kuat terbang jauh dan tinggi. Jarang sekali terbang berputar-putar rendah dekat permukaan tanah. Sambil terbang ia langsung memangsa serangga-serangga kecil. Sarangnya bagus dengan permukaan yang halus dan bentuknya lebih bundar. Lumut digunakan untuk tambahan sarang sehingga sarangnya disebut sarang lumut.

f. Walet sapi

Walet ini berbulu hitam kebiru-biruan dengan warna yang mengkilat. Bulu bagian bawah kelabu gelap, bagian perut agak putih. Ekornya sedikit bercelah. Merupakan jenis walet yang berukuran paling kecil. Panjang tubuhnya hanya sekitar 10 cm. Mata berwarna cokelat gelap, paruh hitam, dan kaki hitam. Suaranya melengking tinggi. Habitatnya meliputi semua ketinggian permukaan, baik pada padang rumput berpohon terbuka atau hutan.

Walet ini jika terbang berkelompok, tetapi tidak beraturan. Walet sapi tidak kuat terbang jauh. Biasanya terbang rendah hanya berputar-putar di dekat permukaan tanah atau sungai untuk mandi dan minum. Bila mencari makan, sering mengitari pohon-pohon besar dan tinggi yang banyak serangganya, terutama tawon kecil. Sarangnya berbentuk tidak beraturan, terdiri dari campuran lumut dan rumput yang direkatkan dengan air liurnya. Pada celah gua yang terang, celah batu walet sapi dapat bersarang. Bila bertelur biasanya hanya dua butir. Telurnya berwarna putih dan agak lonjong. Walet sapi bersarang tidak tergantung pada musim, ia bisa bersarang sepanjang tahun.

SIFAT-SIFAT WALET

Pada habitat aslinya walet ditemukan bersarang di gua-gua yang terpencil. Umumnya, gua itu di tebing-tebing yang curam dekat laut lepas. Di sekitar gua biasanya dikitari oleh hutan lebat. Walet lebih suka bila daerah itu memiliki perairan (sungai atau danau), padang rumput, dan pepohonan yang tinggi dan rimbun. Pada daerah seperti ini, banyak terdapat serangga-serangga kecil yang merupakan makanan walet. Di Indonesia, walet terdapat hampir di seluruh provinsi. Walet tidak menyukai daerah-daerah yang tandus. Walau terbangnya tinggi, walet tidak menyukai daerah dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut.

Untuk lokasi sarang walet sangat memerlukan tempat yang lembab. Kelembaban ruang yang dibutuhkan sekitar 85-95%. Suhu ruangan yang cocok untuk walet antara 25–29 0C. Walet menginginkan lokasi yang tenang, aman, dan belum tercemar oleh polusi udara. Walet merupakan burung yang hidup secara berkelompok. Walaupun anggota suatu kelompok dapat pindah ke kelompok lain, tetapi tidak ada walet yang hidup memisahkan diri dari lainnya. Jumlah anggota suatu kelompok walet berbeda-beda, tergantung besar kecilnya tempat tinggal. Semakin besar tempat tinggal walet, maka semakin besar pula anggota kelompoknya.

Dalam suatu rumah atau gua dapat dihuni oleh beberapa kelompok. Walet berkelompok dalam segala kegiatan hidup. Mereka berkelompok antara lain untuk berburu serangga bersama ke hutan. Pagi hari berangkat bersama dan sore hari pulang bersama kembali. Suatu kelompok walet akan membangun sarang-sarang secara berdekatan pada tempat tinggalnya. Tidak pernah dalam suatu rumah walet terjadi perselisihan antar kelompok. Walaupun hidup berdesak-desakan di satu tempat, walet tidak saling mengusik walet lainnya.

Setelah seharian mencari makan, walet pulang dan langsung beristirahat di sarang. Kalau biasanya walet terbang lurus sewaktu berburu, maka sewaktu pulang ke rumahnya walet akan terbang berputar-putar mengelilingi rumah. Pada musim membuat sarang dan bertelur, walet pulang lebih cepat dari hari biasa. Walet memang tipe burung yang memiliki sifat pulang kandang. Walet terikat pada tempat tinggalnya dan senantiasa akan pulang ke tempat itu lagi selama keadaan tempat sesuai dan aman.

Walet menyukai tempat tinggal yang gelap. Lebih-lebih lagi bila sinar matahari yang masuk sangat sedikit. Ini sesuai dengan habitat walet asli di dalam gua yang teduh dan gelap. Tidak seperti binatang lainnya, walet tidak mempunyai kesulitan dengan kegelapan di sekitar sarangnya. Untuk mengatasi keadaan yang gelap ini walet tidak mengandalkan panca indera matanya. Walet menggunakan sistem pantulan suara sebagai alat pengukur jarak (ekholokasi). Biasanya, walet pulang sesudah senja hari dan keadaan tempat tinggal mereka saat itu sangat gelap. Untuk mengetahui dengan tepat posisi sarang, mereka mengeluarkan suara melengking. Suara yang dipantulkan kembali oleh dinding rumah tempat mereka bersarang, menuntun mereka untuk mengetahui lokasi dalam ruangan. Itulah sebabnya walet dapat masuk ke dalam gua yang gelap tanpa kesulitan di malam hari. Ada juga kekecualian. Jenis walet besar dan walet sapi tidak menggunakan ekholokasi. Keadaan ini berlaku untuk walet yang bertempat tinggal di tempat yang cukup terang.

Sarang walet dibuat pada waktu malam setelah pulang. Sarang tidak dibuat sendiri-sendiri. Kedua pasangan walet, jantan dan betina, bekerja sama memoleskan air liurnya membentuk sarang. Pada kerongkongan walet terdapat sepasang kelenjar saliva yang dapat menghasilkan air liur. Pekerjaan membangun sarang dilakukan terus menerus setiap hari. Proses pembentukan hingga sebuah sarang selesai memerlukan waktu 40–80 hari. Bila makanan walet berupa serangga banyak terdapat dan tidak pada musim bertelur, waktu yang dibutuhkan sekitar 40 hari. Akan tetapi pada saat musim bertelur, waktunya bisa dua kali lebih lama yaitu sampai 80 hari.

Di luar musim bertelur, ukuran sarang lebih kecil. Bentuk sarang kurang bagus dan tidak beraturan. Sarang ini dibuat hanya sebagai tempat istirahat. Sebaliknya, sarang yang di buat pada musim bertelur berukuran lebih besar dan bentuknya lebih bagus. Pada saat ini, sarang digunakan selain untuk beristirahat juga untuk mengerami telur dan membesarkan anak walet. Apabila sarang diambil pada musim bertelur, walet akan segera membangun sarang baru kembali. Sarang baru dibuat dalam waktu lebih cepat dari pada pembuatan sarang yang telah diambil. Pengambilan sarang sebaiknya jangan beruntun. Pengambilan sarang secara beruntun dalam waktu musim bertelur akan merugikan. Walet akan kehilangan rasa aman. Apalagi bila orang yang memetik sarang melakukannya ketika walet sudah pulang dan tengah beristirahat atau mengerami telur.

Pada musim kawin, walet akan saling mencari jodoh dengan jalan berkejar-kejaran di udara. Ini bisa dilakukan sewaktu walet berburu serangga. Jantan dan betina akan terbang tinggi saling berkejaran. Pasangan walet yang terbentuk segera mencari tempat yang cocok untuk membangun sarang. Walet kawin setelah sarang yang dibuat bersama-sama terbentuk dengan bagus dan cukup besar. Proses perkawinan bisa berlangsung 5-8 hari, setelah itu barulah si betina akan segera bertelur. Biasanya walet hanya bertelur dua butir. Pengeraman telur juga dilakukan bersama-sama, jantan dan betina akan mengerami telur bergantian sampai saatnya menetas.

Anak walet disuapi dari makanan yang dikeluarkan dari paruh induknya. Makanan ini dapat dicerna oleh bayi walet karena sebelumnya telah dilumatkan oleh induknya. Dalam seminggu, anak walet sudah mulai tumbuh bulu sayapnya. Setelah bulu sayap tumbuh, disusul dengan tumbuhnya bulu punggung. Barulah seluruh bulu tubuh walet bermunculan. Pada umur 45 hari setelah menetas, walet sudah kuat terbang untuk mencari makan sendiri. Seperti burung pemakan serangga umumnya, paruh walet berbentuk segitiga.

Makanan walet terdiri dari serangga-serangga yang biasa menjadi hama bagi tanaman yang dibudidayakan. Serangga-serangga makanan walet antara lain jenis-jenis wereng, kumbang, belalang kecil, laron, semut bersayap, hama putih padi, penghisap batang padi, dan sundep. Secara tak langsung walet merupakan musuh biologi hama tanaman tadi sehingga dapat mengurangi kerugian usaha budidaya tanaman. Dengan demikian walet berjasa bagi usaha pertanian di sekitarnya.

Kamis, 10 September 2009

Relationship with humans

Swallows are tolerated by humans because of their beneficial role as insect-eaters, and some species have readily adapted to nesting in and around human habitation. The Barn Swallow and House Martin now rarely use natural sites. The Purple Martin is also actively encouraged by people to nest around humans and elaborate nest boxes are erected. Enough artificial nesting sites have been created that the Purple Martin now seldom nests in natural cavities in the eastern part of its range.

Because of the long human experience with these conspicuous species, many myths and legends have arisen as a consequence.The Roman historian Pliny the Elder described a use of painted swallows to deliver a report of the winning horses at a race.

Swallows have also been incorporated into Christian religious stories, in part because of their arrival in Europe around the time of Easter, and apocryphal stories place them at the crucifixion of Jesus, either trying to distract those sent to arrest Jesus in the garden or comfort Jesus on the cross.

They are also mentioned in the Quran as attacking Abraha, the Christian king of Yemen who was attacking Mecca. The tiny birds hurled small stones and forced Abraha's mighty army to retreat. The significance of the small birds is that God can order the smallest of his creations and miracles can happen.

During the Nineteenth Century, Jean Desbouvrie attempted to tame swallows and train them for use as messenger birds, as an alternative to war pigeons. He succeeded in curbing the migratory instinct in young birds and persuaded the government of France to conduct initial testing, but stalled further experimentation.

Subsequent attempts to train homing behaviour into swallows and other passerines had difficulty establishing a statistically significant success rate, although the birds have been known to trap themselves repeatedly in order to obtain bait from traps.